PEMECAH KEBUNTUAN DIMASA DEPAN

TEKNOLOGI TEPAT GUNA

TEKNOLOGI TEPAT GUNA
BERPIKIRLAH SEBELUM ANDA MENJADI BAHAN PIKIRAN

BETA Fresh

BETA Fresh
KEMASAN BOTOLAN BETA Fresh

Kamis, 14 Februari 2008

Alam Membuat Max Bangun Laboratorium di Rumah


KOMPAS
Jumat, 21 April 2006
Penelitian ilmiah
Alam Membuat Max Bangun Laboratoriun di Rumah

Lahir di daerah yang tandus, Sumba, Nusa Tenggara Timur, tidak membuat Maxentius Umbu Hina (39) menganggap bangsanya miskin. Ia justru melihat kekayaan alam Indonesia yang melimpah berpotensi membuat bangsa dan negara ini mandiri.
Max kurang mendapat dukungan keluarga untuk menjadi peneliti. Padahal, minat meneliti sudah muncul sejak ia duduk di kelas dua sekolah menengah atas (SMA).
Saat itu ia membuat mesin perontok padi. "Orang Sumba merontokkan padi dengan cara menginjak-injak padi ramai-ramai. Ongkosnya sangat mahal. Makanya saya buatkan mesin yang murah dan cepat kerjanya," kata Max.
Saat mesin dari kayu dan paku itu akan diikutsertakan dalam lomba penelitian yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), orangtuanya tidak setuju.
Keinginan anak pertama dari tiga bersaudara ini hampir terwujud saat ia dipanggil Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Sayang ia batal jadi mahasiswa karena telat mendaftar.
Dengan uang Rp 500.000, ia pulang ke rumah pamannya di Bandung dan kuliah di Teknologi Pangan, Universitas Bandung Raya. Uang yang dimilikinya sebetulnya masih kurang. Untung ia mendapat bantuan dari beberapa orang.
"Saat orientasi mahasiswa baru, saya tidak pernah membawa makanan karena tidak punya uang. Untung teman-teman banyak yang memberikan makanannya. Dari makanan pemberian itu, saya bisa bertahan.
Saat kuliah, Max mulai meneliti tentang enzim papaine dalam bir yang diaplikasikan pada virgin coconut oil (VCO). Ia meneliti selama setahun dan lulus dengan nilai baik tahun 1992.
Setelah lulus, Max sempat bekerja di perusahaan konsultasi hidrologi dan kehutanan, serta di berbagai asuransi. Saat bekerja di perusahaan asuransi, Max mulai menerapkan kesukaannya dalam bidang penelitian dengan menjadikan para peneliti di lembaga penelitian sebagai kliennya.
Untuk membantu kliennya membayar premi, Max menyarankan untuk mengumpulkan uap air dari pabrik pengalengan nanas. Uap tersebut bisa dijadikan air amidis dan dijual dengan harga lumayan mahal. Air amidis baik untuk kesehatan karena hanya mengandung 0,001 polutan. Salah satunya mengembalikan tekanan darah tinggi ke normal . Namun, bekerja sebagai pegawai asuransi membuat Max sering disepelekan oleh calon kliennya. "Tapi justru kondisi itu menguatkan mental saya," ujar Max.
Pekerjaan itu terpaksa ditinggalkannya karena ia mengalami sakit akibat pembuluh darah di daerah anus melebar. Seorang teman datang membawakan obat cair kombuja yang biasa dijadikan obat oleh orang China.
Jika didiamkan beberapa hari, cairan tersebut akan menghasilkan semacam daging yang terus membesar dan mengambang di dalam wadah. Setelah meminum cairan tersebut, ia pun sembuh.
"Tapi saya tertarik dengan cairan yang menumbuhkan semacam daging tersebut sehingga saya memperbanyak cairan tersebut dengan gula dan air, lalu dituangkan dalam beberapa wadah. Ternyata benda semacam daging tersebut cepat tumbuh di setiap wadah," tutur Max yang segera mencari literatur yang berhubungan dengan benda tersebut.
Laboratorium
Ia menduga, daging tersebut adalah polimer. Untuk membuktikannya, ia menyetrika selembar daging. Hasilnya, daging tersebut berubah bentuk seperti selembar plastik. Namun jika dibakar, sifatnya seperti kertas.
Ia mulai membuat laboratorium di rumahnya yang sempit di sebuah gang di kawasan Awiligar, Bandung Utara, untuk mengamati benda tersebut. Dalam meneliti, ia dibantu oleh istrinya Ena Harianti (37). Setahun lalu, ayah dua anak ini terpaksa memindahkan laboratoriumnya ke dalam gudang yang sempit karena anak bungsunya mulai belajar berjalan.
"Bagaimanapun kalau laboratorium ada di rumah, bisa terpaksa digusur demi kepentingan keluarga," ujarnya.
Beberapa zat yang berhubungan dengan polimer disimpan dalam beberapa wadah. Ia juga meneruskan penelitiannya dengan mengetes berbagai elemen dalam cairan tersebut. Hasilnya diketahui, cairan tersebut adalah selulosa yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar karena mengandung etanol yang tinggi, fiber, kertas untuk uang, dan lainnya.
Setelah itu, ia makin rajin meneliti. Beberapa hasil penelitiannya dipasarkan melalui internet. Harganya cukup murah. Salah satu produk yang dipasarkannya adalah zat pembersih limbah untuk pabrik. Ia menjualnya Rp 10.000 per liter.
Ia juga amat cekatan meneliti terutama ketika mendapat kabar bangsa ini memiliki masalah. Ia mencoba mengulik bahan alam untuk memecahkan masalah. Salah satunya meneliti tanaman untuk bahan bakar, asam amino dari santan untuk mengatasi busung lapar, meneliti getah pepaya untuk obat demam berdarah, dan lainnya.
Dari gang sempit di depan rumahnya, orang bisa melihat beberapa botol berisi minyak teronggok di setiap sudut halaman. Botol-botol tersebut berisi bahan bakar yang dihasilkannya dari berbagai tumbuhan.
"Ini minyak dari kemiri, sangat baik untuk dijadikan solar," kata Max sambil memperlihatkan minyak kemiri, lalu menyeruput teh yang menurutnya bisa mengikat virus . (Yenti Apriant
i)

TEMUAN TENOLOGI SEDERHANA YG AKAN DATANG

Beberapa teknologi sederhana (dalam artian mudah diaplikasikan/bukan proses penemuannya),akan di tayangkan pada edisi kedepan.Beberapa di antaranta yang telah di aplikasikan dan bernilai ekonomis di masyarakat adalah :

1. Tenologi pembuatan (konversi)tanah biasa menjadi tanah liat untuk kebutuhan berbagai industri kecil dan besar.

2. Teknologi Konversi dan pembuatan tahu mirip (tahu Sumedang) dari tahu biasa dengan menggunakan larutan organik,minyak organik hasil formulasi.

3. Teknologi pembuatan Phasta bijian(yang mengandung minyak dan lemak) sebagai bahan bakar/briket/lilin organik.

4. Teknologi Flokulasi dan pengendapan/penjernih air (limbah biasa s/d limbah berat atau B3) Organik. Flokulan yang mampu mengikat air limbah berwarna /limbah industri.

5. Kapsul Organik pengganti NASI (dengan kandungan High Amino Acid dan Zat Gigi essensial).Dengan kemampuan menahan lapar s/d minimal 10 jam per kapsul.(uji lapangan nebghasilkan peningkatan permintaan yang sangat signifikan)

6. Temuan bahan baku Fiber/sistim tuang untuk pembuatan perahu/speed boat,selancar dll.
\
7. Temuan teknologi tabung oksigen,berbahan baku limbah botol/galon aqua bekas.

8. Temuan Up Grader (peningkat oktan pada BBM).

9. Temuan teknologi pembuatan SEMEN Api,semen biasa dengan bahan limbah dan tanag biasa.

10. Temuan VCO Powder dengan fortifikan (pengayaan Asam amino).

11. Temuan Batako Ringan (Bj 1<). Bermafaat dalam kontruksi bangunan tahan gempa,peredam bunyi/suara (ruangan).

12. Temuan sabun pembersih noda darah yang membandel.

13. Temuan Aditive binder untuk pembuatan balok kayu dan trikples

14. TEMUAN JENIS BBM BARU DI LAUAR TEMUAN YANG TELAH PERNAH ADA (renweable material).

15. dst (masih 150 temuan baru akan di daftarkan).

ZAX UNIK MAX, PENGUPAS KULIT KEDELAI


KOMPAS
Selasa, 31 Oktober 2006
Zat Unik Max, Pengupas Kulit Kedelai
Oleh: Mahdi Muhammad
Tempe dan tahu adalah makanan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Masyarakat dari berbagai lapisan dan strata sosial menyenangi makanan ini karena memiliki tingkat gizi yang cukup tinggi, terutama protein.
Namun, bagi para pembuatnya, mengubah kacang kedelai menjadi tempe maupun tahu menjadi kesulitan tersendiri karena sulitnya mengupas kulit kacang kedelai tersebut. Butuh waktu lebih dari beberapa jam hanya untuk mengupas kulit kacang kedelai yang keras.
Bahkan, cara paling sederhana untuk mengupas kulit kedelai, yaitu dengan merendam ratusan kilogram kedelai dalam air panas dan diinjak-injak dengan kaki agar kulit kacang mengelupas, masih tergolong banyak mengeluarkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Maxentius Umbu Hina Djingga Kadu, peneliti pangan asal Bandung, yang ditemui di rumahnya pertengahan bulan Oktober lalu, mengatakan, dirinya menemukan cara sederhana, cepat, dan mudah untuk mengupas kulit kacang kedelai.
Kulit kedelai, yang tersusun dari ribuan sel yang terdiri dari unsur pektin, kalsium, selulosa, dan hemi selulosa inilah yang dicoba diuraikan agar pengupasan menjadi lebih cepat. Berbekal pengalamannya membuat cairan selulosa murni, membuat Max, berkeinginan membuat teknologi pangan yang sederhana dan murah. Max menamakan zat yang ditemukannya MaXen Kupass-1,34 TR. Namanya sengaja mengandung unsur namanya sendiri. "Zat ini yang nantinya akan membantu perusakan dinding-dinding sel yang menyusun kulit kacang kedelai dengan lebih cepat," ujar Max.
Zat MaXen yang dibuat Max dikauinya menggunakan bahan-bahan nabati dan hewani yang tersedia di berbagai daerah di Indonesia. Max menjamin tidak ada bahan pengawet dalam zat MaXen ini.
Max menjelaskan, cara kerja zat yang dibuatnya hanya dalam waktu beberapa bulan ini adalah dengan melarutkan zat ini bersama dengan rendaman kacang kedelai. Zat-zat yang terkandung dalam larutan itu otomatis akan merusak dinding- dinding sel penyusun kulit kacang kedelai.
"Unsur yang harus dirusak dalam kulit kacang kedelai adalah kalsium pektinat. Ikatan-ikatan yang menyusunnya harus dibuat lemah. Kalau sudah lemah, dengan sendirinya kulit kacang kedelai yang keras itu akan mudah terkelupas," ujar Max. Ditambah dengan infiltrasi air ke dalam tubuh kacang kedelai, membuat proses pengelupasan semakin mudah.
Berbeda dengan proses pengupasan kulit kacang kedelai yang menggunakan air panas, Max hanya membutuhkan air ledeng biasa dan melarutkan zat yang dibuatnya. Maka proses pengelupasan pun berjalan lancar.
Dalam percobaan sederhana yang dilakukan Max di depan Kompas, zat organik MaXen dibuat dalam bentuk tepung dan dimasukkan dalam kapsul. Hal ini sengaja dilakukan untuk menunjukkan bahwa zat organik ini bisa dibuat dalam bentuk cair maupun tepung (kapsul).
Satu kapsul berisi tepung zat organik MaXen itu dicampur dengan satu liter air dingin yang akan digunakan untuk merendam satu kilogram kacang kedelai. Ini berbeda dengan cara konvensional yang menggunakan air panas agar kulit kedelai menjadi lunak. Setelah lima menit berlalu, di permukaan air mulai tampak beberapa kulit kacang kedelai yang sudah benar-benar terkelupas. Jumlahnya terus bertambah hingga usai 20 menit perendaman.
Hemat biaya
Max menyatakan, dibandingkan dengan cara pengupasan konvensional, metode dan alat yang digunakannya sangat irit bahan baku air dan efisien. Bila dihitung menggunakan zat MaXen ini hanya menghabiskan dana kurang dari Rp 300 untuk satu kali pengupasan. "Bandingkan dengan pengupasan menggunakan cara konvensional. Setelah dihitung, cara ini lebih efisien 72 kali dibandingkan dengan cara konvensional," tuturnya berpromosi.
Untuk pengupasan konvensional, setidaknya diperlukan air tiga kali lipat (1:3) dibandingkan dengan menggunakan zat organik MaXen. Cara konvensional juga membutuhkan minyak tanah atau gas elpiji untuk merebus air panas sebelum dicampurkan dengan kacang kedelai. Sedangkan dengan cara baru ini, sama sekali tidak menggunakan minyak tanah atau gas elpiji. Cukup dengan air ledeng atau PAM saja.
Saat ini MaXen sedang dalam tahap pendaftaran hak cipta di Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. "Nantinya akan diproduksi dalam bentuk kapsul. Kalau cairan, akan susah mengirim ke berbagai daerah karena perusahaan ekspedisi jarang mengangkut cairan," katanya.
Sekarang sudah ada pengupas kulit kedelai sederhana, murah dan cepat. Bagaimana dengan produksi kedelai? Apakah tetap akan mengimpor dari luar?

DAUN PEPAYA DAN TEMULAWAK ANTI-DBD (DEMAM BERDARAH-MALARIA)

Jumat, 18 Februari 2005

(KOMPAS)
Daun Pepaya dan Temulawak Anti-DBD


SUATU hari, Maxentius Umbu Hina (37) alias Max membawa sebotol minuman berwarna hijau untuk diberikan kepada kenalannya yang terjangkit demam berdarah dengue (DBD). Sayang, istri dari temannya itu menolak. Max akhirnya hanya menunggui saja temannya yang hanya beberapa jam kemudian meninggal.
Max pulang dengan sedih. Ramuan penyembuh DBD yang telah ia teliti sejak 1993 dan telah menyembuhkan beberapa tetangganya dari DBD sejak tahun 2001, tidak dapat diterima temannya.
Namun, Max tidak putus asa memberikan pertolongan pada penderita DBD. "Meskipun masih sedikit orang yang minum ramuan ini, sejak 2001, jumlahnya tidak lebih dari 100 orang," kata Max yang hanya memperkenalkan ramuan itu pada teman-temannya.
Semua teman-temannya yang meminum ramuannya telah sembuh dalam waktu kurang dari 24 jam. Itulah yang menyebabkannya terus memperkenalkan ramuan ini.
MINUMAN berwarna hijau pekat yang nyaris seperti air lumut itu, merupakan perasan air daun pepaya, temulawak, meniran, dan gula merah.
Max yang alumni Teknologi Pangan dan Gizi, Universitas Bandung Raya, itu sudah meneliti pepaya sejak 1993. Tahun 1994, dari hasil penelitiannya tentang pepaya, ia membuka bisnis penyadapan getah pepaya di Boyolali, Jawa Tengah.
Bergelut terus-menerus dengan pepaya menyebabkan ia tahu betul sifat-sifat pepaya. Dari salah satu penelitiannya, ia menemukan bahwa enzim dalam getah pepaya mampu merusak protein mikroba.
Jika protein sudah rusak, maka mikroba akan kehilangan fungsinya, lalu mati. Enzim yang terkandung dalam pepaya adalah Peptidasi A, Peptidasi B, dan Cimo Papaine.
Pada saat bersamaan, wabah DBD mulai muncul di berbagai tempat. Ia pun langsung menghubung-hubungkan hasil penelitiannya dengan kebiasaan orang Indonesia bagian timur yang biasa menyantap daun pepaya untuk menyembuhkan malaria. Ia pun menduga bahwa pepaya bisa juga menyembuhkan DBD.
DBD disebabkan masuknya virus yang terdapat di air liur nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini senang hidup di air tergenang yang bersih. DBD dapat menyebabkan kematian jika tidak segera diatasi.
Max melakukan penyempurnaan dalam penelitiannya. Enzim pepaya yang bisa merusak protein mikroba, ia campurkan dengan temulawak atau kuning gede. Temulawak bermanfaat untuk menstabilkan tekanan darah.
"Karena yang diserang adalah darah maka akan ada gangguan pada tekanan darah dan harus ada yang bisa menstabilkannya," ujar Max.
Kondisi penderita DBD biasanya lemah karena hanya sedikit makanan dan minuman yang mampu mereka konsumsi. Padahal untuk melawan serangan virus DBD yang mengonsumsi darah, si pasien harus memproduksi darah lebih banyak. Produksi dilakukan oleh hati dan itu membutuhkan energi yang sangat banyak. Untuk meningkatkan energi dengan cepat, tubuh manusia membutuhkan glukosa yang bisa diambil dari gula merah.
Max juga memberikan daun dan batang meniran sebagai agen pendeteksi serangan virus. "Dalam meniran terdapat suatu zat yang bisa mendeteksi adanya serangan virus. Informasi itu akan disampaikan pada antibodi untuk segera mempersiapkan pertahanan, salah satunya dengan meningkatkan produksi darah," tutur Max.
Pembuatan ramuan ini tidaklah sulit. Pilihlah daun pepaya yang mengandung banyak getah dan enzim perusak protein. Biasanya daun tersebut adalah daun ketiga dari pucuk pohon pepaya.
Ambil tiga helai daun pepaya, lalu diblender, dan diperas. Perasan dicampurkan dengan empat sendok tepung temulawak, gula merah, dan meniran. "Semua bahan direbus, tetapi tidak boleh sampai mendidih agar enzim tidak rusak," kata Max.
Ramuan ini sebaiknya diminumkan sesegera mungkin pada pasien sebanyak 250 mililiter. "Bagi bayi, sebaiknya ibunya yang meminum ramuan dan bayinya menyerap enzim dari air susu ibunya," kata Max.
Ramuan ini tidak berbahaya dan tidak menimbulkan efek samping seperti mengeraskan feses dan mengganggu pencernaan. Tetapi, perempuan hamil tidak bisa meminumnya karena ramuan ini menyebabkan keguguran kandungan.
"Untuk penderita diabetes sebaiknya melakukan konsultasi pada dokter untuk menstabilkan tekanan gula darahnya," kata Max.
Elita Estrela (25), pernah menggunakan ramuan ini pada tahun 2004, setelah ia dirawat selama seminggu di Rumah Sakit Cibabat, Bandung.
Hari ketiga dirawat di rumah sakit, trombositnya tinggal sekitar 30.000 per milimeter kubik darah. Saat itu, ibunya langsung mencari pertolongan lain. "Kami mendapat informasi ramuan pepaya, temulawak, meniran, dan gula merah bisa menyembuhkan," kata Elita. (Y09)

PENEMU SELULOSA BERMUTU TINGGI


KOMPAS 04-09-2004
Maxentius Umbu, Penemu Selulosa Murni BermutTinggi
DI sebuah rumah berukuran kecil yang dikontrak oleh Ir Maxentius Umbu Hina Djingga Kadu di perkampungan padat penduduk di kawasan Awiligar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sebagian besar ruangan dipakai untuk laboratorium kecil-kecilan.
JANGAN berharap dalam laboratorium itu dapat ditemukan peralatan canggih, tetapi di ruangan itu terdapat berbagai bahan baku serta bahan kimia untuk pembuatan selulosa murni sehingga rumah Max Umbu terasa sumpek.
Sebenarnya penemuan ini dapat menunjang program pemerintah dalam pengadaan bahan baku pulp dan kertas. Selain itu, selulosa murni juga bisa digunakan untuk tujuan komersial, seperti bahan baku industri kertas berharga, printer circuit board (PCB), carboxy methyl cellulosa, filter (membrane semi permeable), dan chip komputer.
Di samping itu, selulosa murni antara lain juga bisa digunakan untuk bahan baku dalam industri kertas HVS baik yang berkualitas tinggi maupun rendah, selotip, telepon seluler, kemasan teh celup, benang berkualitas tinggi, dan lem kaca. Aplikasi penemuan ini bisa menggunakan peralatan dan mesin sederhana serta dapat diproduksi di dalam negeri.
Agar bisa mencapai skala ekonomi, selulosa murni harus diproduksi massal. Berdasarkan hasil penelitian Bung Max Umbu, panggilan di antara rekan-rekannya, investasi dan modal kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi selulosa murni tergolong rendah. Bahkan, dia sudah membuat simulasi dan menghitung rinci keuntungan yang bisa diraih industri bila memakai selulosa murni sebagai bahan baku utama suatu produk.
Sementara proses produksi cukup sederhana karena proses pembibitan dan pematangan hanya mengandalkan mikroba sehingga tidak memerlukan peralatan dan mesin berteknologi tinggi. Sedangkan proses akhir yang diperlukan hanya penyesuaian suhu yang juga dapat dikatakan sederhana.
SELULOSA murni sesungguhnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri hilir karena selulosa yang dihasilkan tergolong berkadar tinggi. Penemuan ini merupakan terobosan teknologi proses sangat inovatif dan sangat layak dikembangkan menjadi skala industri menengah atau besar.
Hasil penemuan ini telah diuji di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa Bandung, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri dan Perdagangan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, tanggal 7 November 2001.
Bahkan, penemuan Bung Max ini juga telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, pada bulan November 2003. Proses untuk melakukan penelitian selulosa murni sampai didaftarkan di HAKI Depkeh dan HAM bukan perkara mudah, apalagi untuk melakukan itu perlu biaya dan tenaga khusus.
Namun, berkat kemauan keras dan bantuan teman-teman Max, semua kendala itu bisa dilalui. Ketika diuji di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa, Max dan teman-temannya juga sempat dipersulit.
"Ketika itu kami membawa bubur kertas sesuai permintaan pihak laboratorium, tetapi tidak diterima. Kemudian kami disuruh membawa lembaran kertas dan harus kering. Kemudian mereka minta lagi serbuk kertas. Ujung-ujungnya pihak laboratorium meminta kerja sama," kata Max Umbu.
Proses produksi selulosa murni dapat dilakukan dengan skala industri besar, menengah, dan dapat pula dengan skala industri kecil. Pemanfaatan selulosa bakteri di Indonesia saat ini baru menyentuh industri makanan ringan seperti nata de coco (substrat air kelapa), nata de pina (substrat perasan buah nanas), santan kelapa, dan limbah tahu. "Terakhir, telah ada yang meneliti pemanfaatan limbah kulit/getah buah cokelat untuk pembuatan pulp (nata)," ujar Max Umbu.
SELULOSA yang biasa kita kenal adalah komponen pembentuk dinding sel tanaman sebagai hasil fotosintesis yang jumlahnya cukup dominan. Selulosa hampir tidak dijumpai dalam keadaan murni di alam, tetapi berikatan dengan bahan lain, yaitu lignin dan hemiselulosa.
Untuk memproduksi selulosa murni cukup digunakan peralatan lokal. Peralatan dan metode teknologi proses produksi selulosa murni didesain berdasarkan pengalaman dalam melakukan penelitian, dengan mengacu pada teknologi skala kecil dan ramah lingkungan.
Max Umbu menguraikan rinci proses pembuatan serta keuntungan penggunaan selulosa murni ini dalam suatu studi kelayakan. Semula penemuan ini akan dimanfaatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, karena adanya faktor politis, hal itu tidak jadi dilanjutkan.
Max adalah sarjana teknologi pangan Universitas Bandung Raya (Unbar) tahun 1992. Dia merasa jiwa untuk meneliti sesuatu yang baru lebih karena bakatnya yang kemudian didukung pengetahuan yang diperoleh dari sekolah. Meski terobosan yang dilakukan Max terbilang luar biasa, namun kehidupan ekonominya pas-pasan. "Adakalanya untuk kebutuhan sehari-hari saya masih mengandalkan bantuan teman-teman dekat karena saya menderita wasir," ujar Max Umbu.
PADA tahun 1993, Bung Max memang pernah bekerja di perusahaan swasta, tetapi tidak bisa bertahan lama. Dia juga pernah bekerja di perusahaan asuransi pada tahun 1995, namun tidak lama kemudian keluar. Sejak tahun 1996, Max Umbu lebih tertantang melakukan kegiatan penelitian sendiri di rumahnya yang sempit dan sumpek itu sampai akhirnya menemukan selulosa murni bermutu tinggi.
Max Umbu lahir 5 Juni 1966 di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil perkawinannya dengan Ny Enah Heriyanti yang juga sarjana teknologi pangan, pasangan ini memiliki seorang anak, yakni Erickson, yang kini duduk di kelas lima sekolah dasar. Meski memiliki ide cemerlang, namun Max Umbu juga terkadang terpaksa meminta bantuan kepada mertua saat ada kebutuhan hidup sangat mendesak.
Gambaran kehidupan Max Umbu barangkali cermin dari rendahnya apresiasi masyarakat kita terhadap orang-orang yang memiliki jiwa pionir. Penghargaan masyarakat kita lebih ditujukan kepada sesuatu yang berwujud kebendaan atau materi, sedangkan ide dan terobosan baru di bidang ilmu pengetahuan serta kegiatan berbau penelitian ilmiah masih dipandang sebelah mata. Penyebabnya, masyarakat kita lebih suka dengan sesuatu yang instan. (TJAHJA GUNAWAN)